Perahu Kertas
Kuselesaikan lipatan terakhir perahu kertasku.
Memainkan bagian bawahnya agar sedikit menggelembung.
Perlahan kulepaskan maha karyaku memecah riak danau.
Kutatap ia menjauh seiring dengan arus yang membawanya.
Dalam hati kusematkan sebait doa dan harapan,
bahwa ia akan bertahan selamanya dalam kekuatannya.
Siapa sangka angin kencang sekilas datang menyapu wajahku.
Mengaburkan sedikit saja pandanganku dari perahu kertas itu.
Kukibaskan rambut yang melambai menutupi pengelihatanku.
Dan kucari kembali perahu kertasku.
Kudapati perahu kertasku tergoyang, mengarah oleng...
Kaki-kaki kertasnya tak lagi menapak kuat di atas riak sang banyu.
Ingin kuberlari menggapainya...
Memperbaikinya...
dan melindunginya dari hembusan angin yang lagi-lagi menusuk.
Tapi aku hanya diam terhenyak...
Tidak!
Bila ia memang ditakdirkan untuk bertahan, maka ia akan bertahan dalam kuasanya sendiri.
Aku tak bisa terus melindunginya...
Suatu saat pandanganku akan kembali teralih oleh badai lainnya.
Dan bila ia sudah terlalu nyaman dalam perlindungan...
Dia akan lupa cara melindungi dirinya sendiri.
Perahu kertasku memang tak kubuat sekokoh perahu kayu...
tapi ia dibentuk dengan sepenuh hati...
Dan bila Ia mengizinkan, dia akan mampu melewati sang riak dan badai.
Dengan kekuatannya sendiri... dengan dukungan doa dan harapanku... serta izin-Nya.
Kulihat perahu kertasku menjauh... menembus danau tenang... tak lagi beriak.
Ia mulai hilang dari pandangan...
Aku tahu ia akan bertahan... setidaknya dalam ingatan dan harapanku.
=mas tus ojos eran trozos del dolor=
Komentar
Posting Komentar