Friends in The Limo
Lots of people want to ride with you in the limo, but what you want is someone who will take the bus with you when the limo breaks down =Oprah Winfrey=
Dulu aku selalu beranggapan bahwa semua hal tentang persahabatan itu indah dan tanpa cela. Tidak ada kemunafikan. Tanpa kebohongan. Tidak saling merugikan. Apalagi sampai menyakiti.
Hmmm… rasanya, hanya terlalu naif. Tidak ada yang tanpa cela dalam hidup ini. Setiap hal disertai dengan anti-indikasinya. Yah, walaupun tidak bisa dikatakan dengan ekstrim, layaknya hitam dan putih, serta benar dan salah. Namun persahabatan bukanlah hal yang membuat kita menemukan 100% idealisme tentang kebenaran.
Kadang tanpa sadar, kita telah berteman dengan teman yang salah… atau kalaupun tidak… kita akan menemukan bahwa teman atau sahabat kita juga memiliki cela.
Ada yang merasa iri, ada yang mencuri, ada yang bergunjing di belakang, bahkan ada yang mengguna-guna satu sama lain.
Manusia dianugrahi dengan kepandaiannya sendiri, termasuk dalam hal berpura-pura dan menggunakan topeng. Dalam diri manusia akan selalu ada sebuah sisi hitam yang sarat dengan egoisme (baik itu dengki maupun narsis).
Tak bisa dipungkiri bahwa itu selalu terjadi, bahkan pada orang-orang beruntung yang memiliki segalanya. Akan selalu ada rasa haus dan kurang, akan selalu ada rasa bahwa orang lain memiliki apa yang tidak kita miliki, akan selalu ada upaya untuk menghilangkan apa yang dimiliki orang lain dan menjadikannya milik kita.
Tapi manusia itu paradoks… penuh dengan keterbatasan… sekaligus penuh dengan keberadaan…
Maka ketika dihadapkan dengan keadaan bahwa kita bersahabat dengan orang yang salah… maka…apakah itu akhir? Karena aku merasa tidak.
Bila kita juga demikian paradoks…kenapa kita tidak juga bisa menerima bahwa orang lain juga sarat dengan paradoksal itu.
Kamu sahabatku!
Dulu aku selalu beranggapan bahwa semua hal tentang persahabatan itu indah dan tanpa cela. Tidak ada kemunafikan. Tanpa kebohongan. Tidak saling merugikan. Apalagi sampai menyakiti.
Hmmm… rasanya, hanya terlalu naif. Tidak ada yang tanpa cela dalam hidup ini. Setiap hal disertai dengan anti-indikasinya. Yah, walaupun tidak bisa dikatakan dengan ekstrim, layaknya hitam dan putih, serta benar dan salah. Namun persahabatan bukanlah hal yang membuat kita menemukan 100% idealisme tentang kebenaran.
Kadang tanpa sadar, kita telah berteman dengan teman yang salah… atau kalaupun tidak… kita akan menemukan bahwa teman atau sahabat kita juga memiliki cela.
Ada yang merasa iri, ada yang mencuri, ada yang bergunjing di belakang, bahkan ada yang mengguna-guna satu sama lain.
Manusia dianugrahi dengan kepandaiannya sendiri, termasuk dalam hal berpura-pura dan menggunakan topeng. Dalam diri manusia akan selalu ada sebuah sisi hitam yang sarat dengan egoisme (baik itu dengki maupun narsis).
Tak bisa dipungkiri bahwa itu selalu terjadi, bahkan pada orang-orang beruntung yang memiliki segalanya. Akan selalu ada rasa haus dan kurang, akan selalu ada rasa bahwa orang lain memiliki apa yang tidak kita miliki, akan selalu ada upaya untuk menghilangkan apa yang dimiliki orang lain dan menjadikannya milik kita.
Tapi manusia itu paradoks… penuh dengan keterbatasan… sekaligus penuh dengan keberadaan…
Maka ketika dihadapkan dengan keadaan bahwa kita bersahabat dengan orang yang salah… maka…apakah itu akhir? Karena aku merasa tidak.
Bila kita juga demikian paradoks…kenapa kita tidak juga bisa menerima bahwa orang lain juga sarat dengan paradoksal itu.
Kamu sahabatku!
Komentar
Posting Komentar