Bagaimana Bila Cinta Harus Terbang dan Tak Menapak?

Apakah itu cukup adil untuk cinta? Untuk manusia-manusia yang ada di dalamnya? Aku ingin ia menapak dengan jelas, dan menunjukkan esksistensinya… tapi bagaimana bila yang ternyata membatasi eksistensi itu ada di dalam lingkungan yang sudah begitu ku kenal dengan baik… sebagian besar dari kisah hidupku.

Bagaimana aku harus berhadapan dengan semua cibiran tidak menyenangkan, yang seolah mudah saja meluncur keluar dari bibir ia yang membuatku ada di dunia ini? Kenapa semua niat baik ini tidak dipersepsi baik oleh orang yang paling aku harapkan bisa menerima semua ini dengan lapang dada? Kenapa semua hal yang begitu masuk akal, justru harus bertentangan dengan adab yang diatur manusia dengan kesewenangannya.

Padahal, bukankah Tuhan saja Maha Pemaaf dan begitu sederhana dalam mencintai umatnya. Ia saja tidak pernah berprasangka, Ia saja Maha Pengampun… tapi kenapa manusia dengan ke-maha terbatasannya begitu kukuh dengan kebenaran yang diciptakan dalam paradoks berfikir yang dangkal. Produk dari pikiran yang dianggap kritis, namun picik dan sempit… hasil akhir dari stimulus konsepsi berfikir benar dan salah…

Apa sih yang diharapkan manusia dari sebuah hubungan? Hubungan = sebuah asosiasi kerjasama yang solid, tidak hanya melibatkan kerjasama fisik, namun lebih-lebih hati. Bukan indikasi dari penyerahan seadanya, tapi anti-indikasi dari keegoisan dan paradigama berfikir dangkal untuk kepentingan segelinting pihak yang mengaku sebagai juri dan hakim dalam menilai kebenaran.

Jadi apakah hasil akhir dari sebuah HUBUNGAN? Rentang solid yang diasosiakan dengan pernikahan, bukan??? Yah, apalagi… Tapi bagaimana bila untuk menggapai itu saja demikan sulit untuk dicapai? Bagaimana ketika akar permasalahan harus berkembang pada paradigma berfikir “apa kata orang?”? Bagaimana ketika norma peradaban memaksa manusia (yang dihiasi dengan embel-embel hamba Tuhan yang paling mulia) untuk bertekuk lutut pada dogma un-kritis yang dibuat agar tidak ada sebuah ketidakseimbangan yang wajar dalam pikiran praktis yang instant? Tidak kah manusia terfikir untuk menelaah segala permasalahan dalam sudut pandang yang berbeda, terlepas dari keterkaitan benar dan salah, bebas dari produk menghaikimi yang dangkal dan kusut, merdeka dari masa lalu dan masa sekarang, demokratis dalam menerima sebuah benang kusut dan menelaahnya sebagai bagian dari pendewasaan diri dan keikhlasan.

Love doesn't begin and end the way we seem to think it does. Love is a battle, love is a war; love is growing up.
=James A. Baldwin=

Komentar

Postingan Populer