Belajar Bertengkar
Sahabatku bilang bahwa bertengkar "is sooo not him!" But, somehow, kita harus belajar untuk bertengkar...
Belajar bertengkar?
Terdengar aneh?
Buat manusia-manusia pencinta kedamaian, mereka pasti mengira ide ini gila dan tidak masuk akal.
Bisa jadi!
Tapi mari melihatnya dengan sudut pandang positif... sedikit saja mencoba berfikir di luar kelaziman (for a good reason).
Salah satu sahabat yang datang ke rumahku di suatu sore, memperkenalkanku pada kekasihnya... kami bicara... ngobrol... mencoba untuk saling memahami dan memberi solusi. Mereka serius! Mereka ingin melangkah ke jenjang yang lebih mapan. It's good for them... I wish... Aku ingat kembali apa yang pernah aku tanyakan padanya, ketika kisah itu baru jadi sekedar omong-omongan pengangguran gila chatting di sore menjelang pulang kerja. (Mungkin kamu masih ingat)
"Sudah pernah berantem?"
Pertanyaan itu kembali ditanyakan suamiku yang ikut nimbrung sore itu.
BUKAN!!! Itu bukan pertanyaan yang bersifat "kompor", bukan ingin memanasi, memprovokasi. BUKAN!!
Sebelum menikah, sama seperti banyak orang yang mengaku cinta damai... aku merasa bahwa pertengkaran adalah such a silly things. Kurang kerjaan! Bikin cape hati doang.
But... then... I know, it's wrong. Suatu kejadian menyadarkanku akan pentingnya bertengkar dalam sebuah hubungan yang serius, hubungan jangka panjang (maknai ini bukan hanya sebagai pernikahan, tapi juga dalam hal persahabatan dan persaudaraan). Hubungan kondusif bukanlah hubungan yang lengang tanpa riak. Karena tidak ada garis hidup yang lurus tak berfluktuasi. Garis kehidupan di mesin indikator kehidupan saja bergerak naik dan turun. Kalau lurus, tandanya kita sudah fana.
Bagiku sebuah pertengkaran adalah sebuah proses pembelajaran. Belajar untuk banyak hal yang luar biasa. Mulai dari menguasai diri agar tidak memperuncing keadaan, belajar untuk memahami perbedaan dalam bentuk apapun, belajar untuk memahami kemampuan diri sendiri, dan yang pasti belajar untuk memaafkan, serta bernegosiasi (ups... musyawarah dan mufakat).
Bertengkar atas dasar cinta pasti diniatkan untuk kepentingan bersama dan mencapai kebahagiaan bersama. Maka mari melihat pertengkaran tersebut dengan lebih bijaksana. Karena manusia yang bisa bertengkar, bernegosiasi, berbaikan, dan berubah demi kebaikan bersama adalah manusia yang bijaksana.
Mereka yang menolak bertengkar dan menganggap pertengkaran sebagai hal konyol, adalah manusia naif yang takut pada perubahan. Sedangkan manusia yang membesar-besarkan pertengkaran tanpa mencoba untuk memahami adalah orang-orang yang merugi.
Jadi sebelum menjalani sebuah hubungan jangka panjang, kenali dirimu sendiri, kenali sahabat/kekasihmu, kenali kemampuan kalian untuk mengolah emosi, temukan cara untuk mengelola emosi tersebut agar tak berserakan. Belajarlah bertengkar... dengan bijak.
Belajar bertengkar?
Terdengar aneh?
Buat manusia-manusia pencinta kedamaian, mereka pasti mengira ide ini gila dan tidak masuk akal.
Bisa jadi!
Tapi mari melihatnya dengan sudut pandang positif... sedikit saja mencoba berfikir di luar kelaziman (for a good reason).
Salah satu sahabat yang datang ke rumahku di suatu sore, memperkenalkanku pada kekasihnya... kami bicara... ngobrol... mencoba untuk saling memahami dan memberi solusi. Mereka serius! Mereka ingin melangkah ke jenjang yang lebih mapan. It's good for them... I wish... Aku ingat kembali apa yang pernah aku tanyakan padanya, ketika kisah itu baru jadi sekedar omong-omongan pengangguran gila chatting di sore menjelang pulang kerja. (Mungkin kamu masih ingat)
"Sudah pernah berantem?"
Pertanyaan itu kembali ditanyakan suamiku yang ikut nimbrung sore itu.
BUKAN!!! Itu bukan pertanyaan yang bersifat "kompor", bukan ingin memanasi, memprovokasi. BUKAN!!
Sebelum menikah, sama seperti banyak orang yang mengaku cinta damai... aku merasa bahwa pertengkaran adalah such a silly things. Kurang kerjaan! Bikin cape hati doang.
But... then... I know, it's wrong. Suatu kejadian menyadarkanku akan pentingnya bertengkar dalam sebuah hubungan yang serius, hubungan jangka panjang (maknai ini bukan hanya sebagai pernikahan, tapi juga dalam hal persahabatan dan persaudaraan). Hubungan kondusif bukanlah hubungan yang lengang tanpa riak. Karena tidak ada garis hidup yang lurus tak berfluktuasi. Garis kehidupan di mesin indikator kehidupan saja bergerak naik dan turun. Kalau lurus, tandanya kita sudah fana.
Bagiku sebuah pertengkaran adalah sebuah proses pembelajaran. Belajar untuk banyak hal yang luar biasa. Mulai dari menguasai diri agar tidak memperuncing keadaan, belajar untuk memahami perbedaan dalam bentuk apapun, belajar untuk memahami kemampuan diri sendiri, dan yang pasti belajar untuk memaafkan, serta bernegosiasi (ups... musyawarah dan mufakat).
Bertengkar atas dasar cinta pasti diniatkan untuk kepentingan bersama dan mencapai kebahagiaan bersama. Maka mari melihat pertengkaran tersebut dengan lebih bijaksana. Karena manusia yang bisa bertengkar, bernegosiasi, berbaikan, dan berubah demi kebaikan bersama adalah manusia yang bijaksana.
Mereka yang menolak bertengkar dan menganggap pertengkaran sebagai hal konyol, adalah manusia naif yang takut pada perubahan. Sedangkan manusia yang membesar-besarkan pertengkaran tanpa mencoba untuk memahami adalah orang-orang yang merugi.
Jadi sebelum menjalani sebuah hubungan jangka panjang, kenali dirimu sendiri, kenali sahabat/kekasihmu, kenali kemampuan kalian untuk mengolah emosi, temukan cara untuk mengelola emosi tersebut agar tak berserakan. Belajarlah bertengkar... dengan bijak.
Komentar
Posting Komentar