Growing OLD is inevitable, growing UP is optional

TUA itu PASTI, DEWASA itu PILIHAN!
Mungkin itu arti mudahnya...

Pembahasan mengenai hal ini seringkali jadi panganan enak di antara diskusi kehidupan yang sering kulakukan dengan sejumlah sahabat, tak pelak, dengan suamiku sendiri.

Pengejawantahan mengenai pengertian DEWASA kerap jadi ajang introspeksi diri saban menapaki pergantian usia (setidaknya sejak menginjak usia 1/4 abad, beberapa tahun yang lalu). Karena uniknya terlintas dalam benak bahwa ... being GROWN-UP dan GROWN-OLD itu bedanya hanya setipis helai rambut... ah... it means... I'm just GROWN-OLD. (>.<) ouch!

Apa sih DEWASA itu?

Uban, kerutan di wajah, linu sendi, kesulitan menghambat laju kolesterol dan gula darah, menurunnya fleksibelitas tubuh, dan gejala-gejala lain itu hanyalah gejala biologis dan fisiologis yang menghantamkan kita pada kenyataan bahwa usia kita sudah beranjak tua!

25... 30... 40... 55... 62... itu cuma perhitungan numerik yang diciptakan manusia dari setiap pergeseran matahari (pertanda berganti hari, bulan, dan tahun).

Tapi apakah itu pertanda manusia dewasa seiring dengan usianya?

Ha!! Tidak juga!!!

Kedewasaan itu sayangnya bukan monopoli penampilan. Kita tak pernah tahu seseorang itu DEWASA atau tidak hanya dari penampilannya. Kedewasaan dapat terpancar dari tindak-tanduk, tutur kata, dan lebih akurat lagi soal cara berfikir.

Manusia DEWASA pada umumnya adalah hasil tempaan beragam permasalahan dalam hidup, terpapar oleh beragam kesulitan yang simultan, namun akhirnya bisa berdiri tegak dengan performa baru. Atau bisa juga karena upaya keras untuk memposisikan diri pada posisi orang lain.

Kecerdasan emosi juga bagian di dalamnya. Ketika manusia mampu bernegosiasi dengan amarahnya, mengemas masalah dalam porsi yang wajar dan tak menghamburkannya, mengkotakkan apa yang memang harus disimpan dan dibuang, merelakan apa yang memang sudah seharusnya... dan akhirnya mengemas kemarahan itu dan mengirimkannya ke suatu tempat dengan tiket sekali jalan (READ-tak kan pernah kembali.)

EI (Emotional Intelligence) memang tiket sukses tumbuh jadi manusia DEWASA. Dengan itu, manusia tumbuh menjadi manusia yang berfikir sebelum mengucapkan sesuatu, berempati ketika hendak melakukan sesuatu, menghargai setiap kesempatan, kesulitan, amarah, hingga air mata dengan lapang dada, dan pada akhirnya tak punya terlalu cukup gengsi untuk meminta maaf bila berbuat salah.

Apakah aku sudah cukup DEWASA?
Mungkin masih butuh 1.000 tahun lagi...
Tapi tak ada yang tak mungkin apabila kita berusaha...

For people around me...
MATURE persons around me...

Terima kasih untuk contoh dan inspirasi, serta pemahamannya dalam proses pembelajaran ini.

Komentar

Postingan Populer