Learning from a glass of coffe...

[Menyeduh kopi, duduk di teras sambil memandangi kecipak koi yang berlarian di kolam adalah kebiasaan yang sulit ditinggalkan setiap hari. Semuanya adalah rangkaian yang rasanya bisa sejenak memberi ruang bernafas dalam rutinitas hidup yang menyesakkan. Begitu pun pagi ini.]

Teringat sebuah filosofi yang sudah saya dengar belasan tahun yang lalu mengenai cara manusia menghadapi masalah.
Filosofi sederhana mengenai tiga benda paling biasa yang mudah kita temui dalam hidup.
Kopi
Telur
dan
Wortel

Pernahkah Anda mendengarnya?

Kalau belum, izinkan saya berbagi dan menyegarkan ingatan Anda mengenai filosofi sederhana ini.

Dalam menghadapi masalah, manusia memiliki kecenderungan menggunakan salah satu dari ketiga karakter benda di atas.

Anggaplah masalah itu seperti sewadah air mendidih.

Maka karakter yang saya paparkan di atas seperti sebongkah wortel. Ketika ia sendiri, wortel adalah sayuran yang keras. Ketika Anda memakannya mentah, maka Anda akan mendengar bunyi patahan dan pecahannya di dalam mulut Anda. Anda akan cukup kesulitan mengunyahnya.

Namun ketika wortel tersebut Anda masukkan dalam ke dalam air mendidih maka sang wortel yang keras akan berubah menjadi lunak dan mudah dikunyah serta di telan. Ia juga kehilangan sekian persen kandungan vitamin A-nya semakin lama Anda merebusnya.

Ada manusia dengan watak dan karakter keras yang bila menghadapi masalah yang di luar bayangannya berubah menjadi lunak, sehingga cenderung menerima keadaan, dan mengikuti saja ke mana keadaan membawanya, tanpa protes. Bahkan tanpa mengindahkan apakah keadaan itu sesuai dengan harapannya atau tidak. 

Telur adalah benda yang sangat rapuh. Cangkang pelindungnya yang keras hanya mampu menahan beban yang tidak seberapa. Sedikit saja terbentur saja dengan benda keras, cangkangnya akan pecah, dan isinya akan berhamburan. Namun ketika ia dimasukkan ke dalam air mendidih, sang telur akan berubah menjadi keras.

Begitu pun manusia, ada beberapa orang yang memiliki karakter telur dalam menghadapi masalah. Ia yang terlihat rapuh dan manut, bisa menjadi sosok yang keras dan pantang mengendur ketika dihadapkan dalam masalah. Ia menjadi cenderung berkeras dengan keinginannya, kesulitan berempati dengan keinginan orang lain, dan tidak mudah mencari jalan tengah dalam masalahnya.

Lalu si kopi... primadona hitam ini dalam wujud aslinya sebagai biji kopi adalah benda yang sangat keras. Dibutuhkan alat khusus untuk menghancurkannya menjadi bubuk. Tapi apa yang terjadi pada bubuk kopi ketika ia larut dalam air mendidih? Ia lebur bersamanya... membuat air  yang bening berubah menjadi hitam. Dan bukan hanya itu, ia memberikan cita rasa yang luar biasa, serta harum yang menyenangkan.

Manusia juga bisa begitu. Tidak ada yang melarang manusia menjadi sosok yang keras dan berpendirian seperti biji kopi. Juga tidak ada salahnya menjadi sosok yang sehalus bubuk kopi setelah digiling. Tapi ketika menghadapi permasalahan dalam hidup, ada manusia yang bisa melebur dalam masalahnya, menerima masalah tersebut dengan ikhlas, menyadari, mensyukuri, serta dengan berani menghadapinya.

Masalah dalam kehidupan sesungguhnya diciptakan bersama dengan solusinya. Tinggal bagaimana cara kita menghadapinya. Buat masalah itu jadi berwarna, beraroma, dan memiliki rasa menghangatkan dan meningkatkan daya konsentrasi seperti segelas kopi yang Anda reguk di pagi hari. Maka tidak ada masalah yang sesungguhnya terlalu sulit untuk dihadapi, karena sesungguhnya ia sangat nikmat untuk dihadapi.

[Kembali mereguk tetes terakhir kopi di cangkir besar saya, dan menatap tenang ikan koi yang masih berlarian di komunitasnya]

Semoga pagi Anda menyenangkan, seperti secangkir kopi yang saya reguk pagi ini.

Komentar

Postingan Populer