RUANG RINDU





"And I know that you're with me and the way you will show
And you're with me wherever I go
And you give me this feeling, this everglow"
Everglow - Coldplay

"Bangun!" aku terhenyak bangun dan masih berusaha menyusun kembali kesadaran. Kamu sudah ada di pinggir tempat tidur seperti biasa.
"Kalau loe nggak mandi juga, gue tinggal ya!" ujarnya setengah mengancam. 
Aku terhuyung, masih saja berusaha menangkapi satu per satu kesadaran yang seolah berterbangan di sekitar raga. 

Ia melemparkan handuk, lalu menghempaskan tubuhnya di atas ranjangku. Seperti biasa, tanpa ragu dan sungkan. 
Aku menemukan satu, dua, tiga... kesadaranku di kamar mandi. Sementara ia masih saja meringkuk di kasurku. 
Ini agak aneh...
Ia biasanya tidak berani tiduran di ranjangku. Buatnya, ranjangku adalah ruang privacy. "Masa gue rebahan di kasur tempat loe 'begituan' sama suami loe!" katanya suatu hari. 
Karenanya biasanya ia selalu meringkuk manis di kursi bacaku, di samping tempat tidur. Menungguku dengan sabar, sampai kadang mendengkur pelan. Katanya itu adalah kursi baca ternyaman di dunia. 

'Kita mau ke mana?'
Ia mengangkat sebelah matanya, "gue kan udah bolos, jadi makan yang enak yuk!" 
'Kalau loe bolos kan tandanya gaji loe dipotong, kok malah ngajak makan enak?' jawabku sekenanya sambil memakai kaos kesukaanku. 
"Ya nggak papa lah! Masa tiap hari kita makan levelan mie ayam sama nasi uduk terus sih. Kan gue bosen," kali ini matanya tetap terpejam. 

*****

'Kita naik motor?' wajahku tampak tak yakin. Dia hanya mengangguk-angguk yakin, menepuk-nepuk  jok belakang motor Beat-nya. Sebuah kode keras perintah naik. 
'Yakin loe?! Kan katanya mau makan enak," ia menengok sambil mengancingkan helm-nya dan menyerahkan helm putih bergambar Doraemon padaku. 
"Emang apa hubungannya?" 
'Artinya gue belum mau mati sampe kita makan enak!'
"Emang siapa yang mau ngajak loe mati bareng? Gue juga ogah, gi**!" 
Aku terkekeh pelan, walau tetap masih tidak merasa yakin. 

*****

Ternyata makan enak versinya tetaplah makan nasi uduk, hanya saja kali ini di restoran Sunda ternama. Menunya tetap sama, ayam goreng paha, sayur asam, sambel terasi, dan jus belimbing. Dan kesan mewah yang kemudian muncul adalah tersajinya ikan gurame goreng kipas favoritnya. Kami tertawa terkenang masa kuliah ketika susah payah patungan membayar tagihan makanan serupa senilai Rp 121.000,00. Sementara tagihan yang mampir ke meja kali ini sebagai kompensasi makan enak a la dia adalah Rp 405.000,00, dan kami bayar dengan mudah. 

Dengan motor Beat merah kecilnya, dan cara mengemudinya yang masih tertatih-tatih, termasuk hanya berani berjalan di pinggir, ikut menepi kalau berada di belakang mikrolet yang berhenti menurunkan penumpang... kami melaju menuju markas kami di sebuah pusat perbelanjaan pinggiran Bekasi. Duduk di meja langganan, dan (hanya) memesan menu seperti biasa. Sepiring kentang goreng dan dua gelas es lemon teh. Menatap lekat pada layar raksasa yang terbentang melintasi 2 lantai tempat kami berpijak dan menampilkan lagu-lagu David Foster and Friends. 

Ia tiba-tiba mengelus kepalaku yang kerap terkulai di meja, sekedar memejam sesaat. 
'Aku kangen kamu,' kataku tiba-tiba padanya.  
Oke ini aneh... 
ngapain juga bilang kangen sama orang yang setiap hari kita temui. 
Aku sudah bersiap dimaki gob***, b***, atau mendadak ditanya "loe sehat?" 
Tapi tidak!
Ia menatapku dengan tatapan dalam dan sebuah senyum lembut tersungging di wajahnya yang cantik. "Gue tau kok... makanya gue mampir."
Dan seketika itu pula tangisku pecah. Tangis rindu yang lama kupendam dalam diam dan keyakinan bahwa aku sudah ikhlas. 

*****

Aku terbangun dari tidurku. Puteri cilikku masih pulas di sampingku, jam masih menunjukkan pukul 23.08 malam. Malam bahkan belum bergeser jadi pagi. Aku di atas ranjangku yang baru, aku di kamarku di rumahku yang lain, dan ranjang serta kursi baca favoritnya sudah tidak lagi ada sejak kami pindah rumah. 

Kubasuh wajahku dengan air wudhu dan bersujud menghadap-Nya. Menitipkan salam yang tak sempat kusampaikan dalam mimpi singkatku. Mengucapkan terima kasih pada-Nya karena sudah sudi membiarkan ia mampir sejenak. 
Senyum itu... tawa itu... suaranya... andai saja Kau tahu bahwa itu sudah sedikit mengobati rinduku. Terima kasih. 



Untukmu sahabat... 
di tempat peraduan abadimu


Dari sahabatmu 
yang masih terseok merindukanmu. 



Komentar

Postingan Populer