Wild Flower - Blake Shelton
She's faced the hardest times you could imagine
And many times her eyes fought back the tears
And when her youthful world was about to fall in
Each time her slender shoulders bore the weight of all her fears
And a sorrow no one hears
Still rings in midnight silence, in her ears
Let her cry, for she's a lady
Let her dream, she's a child
Let the rain fall down upon her
She's a free and gentle flower growing wild
And if by chance that I should hold her
Let me hold her for a time
And if allowed just one possession
I would take her in my arms, to be mine
Be careful how you touch her, she'll awaken
As sleep's the only freedom that she knows
And when you walk into her eyes, you won't believe
The way she's always paying for a debt she never owes
And a silent wind still blows
That only she can hear, so she goes
Ditertawakan lagu!! Atau diledek lagu?
Hmmm... biasa :)
Dan hari ini perasaanku sedang ditelanjangi oleh sebuah lagu indah gubahan David Foster, yang dinyanyikan dengan sangat indah oleh penyanyi country kawakan, Blake Shalton.
Tak bisa rasanya menahan air mata... yah sudah, as this song say... "let her cry, for she's a lady"
Yeah, just the way a wild flower... just the way "she is" in this song... its punch me...
What the hell im gonna say? selain curcol ini?
I think a lot... tapi aku sedang kehabisan kata. Hahaha...
Manusia dan masalah adalah dua hal yang tak terpisahkan. Siapa sih yang tidak punya masalah? Hidup dan masalah adalah dua hal yang saling berinteraksi laiknya serambi kanan-serambi kiri, bilik kanan-bilik kiri.
Keduanya berdenyut silih berganti, dan itulah mengapa manusia masih memaknainya sebagai hidup.
Dan manusia... manusia bukan cuma bongkahan pikiran, ia juga bongkahan rasa dan emosi.
Ketika ia sedih, ia akan menangis...
Ketika ia marah, pasti ingin sekali memaki...
Ketika gundah, ia butuh ruang bicara...
Ketika khawatir, ia butuh tambatan dan jawaban...
Itu manusiawi...
Manusia berproses dengan emosi...
Dalam caranya...
Ada yang menangis meraung-raung, berhari-hari tanpa habis... kapan saja dan di mana saja.
Ada yang memaki-maki ke segala penjuru dunia... mengumbar amarah ke segala penjuru dunia.
Ada yang menjadikan kesedihan dan kemarahannya jamak, "gue sakit, lo juga harus sakit! gue sedih, lo juga harus sedih!"
Ada pula yang hanya menyimpannya dalam diam... berharap semua itu akan berlalu seiring waktu.
Ada pula yang memasang topeng kehidupan, bersandiwara agar dunia tak perlu tahu rasa apa yang dipendamnya... dan menangis di bawah bantal... di bawah rintik hujan... dan menyelesaikannya sebelum bantalnya tandas oleh air mata, dan hujan berganti cerah.
Manusia mengelola dan berproses dengan emosinya dengan banyak cara...
Dan tidak ada yang berhak mengadili bahwa emosi itu salah...
Hanya saja perlukan proses dan menejemen emosi itu menyakiti orang lain?
Perlukah kita bertanya, haruskah mata dibalas dengan mata?
Perlukah membuat emosi itu jamak?
Dan akankah ada gunanya?
Yah, manusia punya caranya masing-masing...
Dalam benar dan salahnya... itulah hidup...
Manusia berproses dengan hidup melalui masalahnya...
Itulah yang membuat manusia sangat istimewa dibanding hamba Allah SWT yang lain.
Karena hidup manusia selalu bersaling-silang dengan hidup orang lain...
dan hanya soal pilihan lah, apakah saling-silang tersebut bermakna saling melukai atau justru saling membahagiakan.
Mari menangis ketika sedih... biarkan airmata menjadi bulir perasaan yang jujur dan tulus.
Jadikan airmata sebagai buah kesadaran dan keikhlasan.
Mari marah ketika tak sanggup lagi menahan sabar... biarkan amarah keluar dalam porsinya.
Jadikan amarah sebagai sikap bijaksana yang sesungguhnya tidak perlu diluapkan secara sporadis.
Tapi lebih dari itu, mereka yang bijaksana adalah mereka yang tahu kapan harus menempatkan amarah dan emosi dalam kapasitas terbaiknya.
Karena kemanusiaan selaras dengan kebijaksanaan...
Semua hanya soal pilihan.
PS: Bila air mata tidak bisa mengembalikan apa yang sudah terlanjur pergi, izinkan air mata menjadi pelipur dan pengganti seseorang yang berkata, "ikhlaskan".
Komentar
Posting Komentar